Madani & Manusiawi

Great People, Bandung, West Java, Indonesia.

GARDEN CITY : Reformasi Sosial Ala Ebenezer Howard

with 4 comments

oleh : A.Savitri
dimuat di Kiprah, edisi 19 / 2007

E.Howard

Taman Welwyn

Taman Welwyn

Selalu terjadi kehebohan saat penggusuran tempat usaha atau pembongkaran hunian, kediaman manusia. Mengusik rasa kemanusiaan kita. Para penghuni yang tak kuat secara ekonomi dan sosial dipaksa pindah ke luar kawasan, jauh dari lokasi semula, bahkan sampai luar kota dengan seluruh adegan dramanya. Mereka makin tersisih dari hirup pikuk kota dan kemilau peradabannya. Seperti sering kita temukan kasusnya pada rumah tak ber-IMB, kios di lahan tak terurus, bedeng liar di tepi jalan, gubuk di bantaran sungai atau rel kereta api juga bangunan kuno.

Rupanya kejadian yang masih sering kita baca dan lihat di media di era milenium sekarang sudah terjadi sejak masanya Ebenezer Howard, sang pencetus konsep Garden City. Kita juga sering diminta untuk ikut melestarikan bangunan dan kawasan kota kita yang menarik dan bersejarah.

Sedihnya, umumnya kita dan para stakeholder kota kurang apresiasi dan peduli dengan penurunan kualitas lingkungan binaan di sekitar kita. Seringnya karena kurang ilmu dan informasi ; mana saja yang dianggap pantas dilestarikan, bagaimana cara melakukannya, sejauh mana kita boleh memanfaatkannya sesuai keperluan kita ?

Tulisan ini mencoba mengupas bagian kecil dari pengetahuan luas yang diperlukan untuk itu. Mengajak pembaca melihat Garden City di tempat asalnya, yang langsung dilibati pencetusnya sendiri. Bagaimana kota itu bisa bertahan sampai sekarang, sehingga bisa menjadi cermin dan inspirasi bagi Garden City di negeri kita.

Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya adalah kota-kota yang pernah menerapkan Garden City di wilayahnya, dan termasuk kawasan apik pada masanya. Berputar di kepala kita ; mengapa Garden City dipilih sebagai gaya penataan kota pada masa itu ? Mengapa kita perlu melestarikannya ? Bagaimana E.Howard dulu membuatnya ? Apa saja prinsip Garden City-nya Howard. ? Apa kelebihan dan kekurangannya ? Mari kita simak sedikit mengenainya.

E. HOWARD DAN KELAHIRAN GARDEN CITY

Mulanya sebuah novel utopis tahun 1888 karya pengarang Amerika, Edward Bellamy, “Looking Backward” ( kisah futuristik tentang Boston tahun 2000 ), Ebenezer Howard mengawali mimpinya memperbaiki kondisi hidup masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Terinspirasi visi kota dan masyarakat masa depan yang dilibatkan untuk membawa peradaban baru yang lebih baik dalam buku itu, Howard bertekad melahirkan garden city.

Howard, putra seorang pramuniaga, lahir di Fore Street, London tahun 1850. Waktu sekolah ia banyak diajari soal lingkungan pedesaan. Menyadari tak berbakat menjadi petani, Howard pindah ke Chicago, menjadi reporter koran dan pengadilan. Ia tiba saat kota sedang memulihkan diri dari kebakaran besar tahun 1871, yang menghancurkan sebagian besar kawasan bisnis/ CBD. Howard melihat regenerasi kawasan tersebut, juga daerah pinggiran yang sedang tumbuh pesat. Sejak itu Howard mulai memikirkan cara-cara meningkatkan kualitas hidup penduduk.

Tahun 1876 Howard kembali ke Inggris, bekerja memproduksi rekaman resmi parlemen. Melalui rekaman debat komite dan komisi itu, Howard tersadar sekaligus frustasi, betapa sulitnya parlemen mencari solusi masalah buruh dan perumahan. Howard mengamati semua partai, tak peduli berseberangan secara politis, sosial atau keyakinan, sebenarnya bersatu dalam satu isu, yaitu arus migrasi yang terus berlanjut dari kawasan pedesaan ke kota-kota yang sudah penuh sesak.

Industrialisasi telah menarik banyak penduduk masuk ke dalam kota, dengan daya tarik upah lebih baik, kesempatan kerja dan aktivitas sosial. Akibatnya kota penuh sesak, perumahan, persediaan air dan drainase tidak memadai lagi, sewa dan harga-harga barang melambung tinggi. Wah, seperti kota kita saat ini, ya.

Di sisi lain, desa menjadi gundul, tak sanggup menopang populasi. Karena tekanan ekonomi, kampung menjadi sepi ditinggalkan penduduknya yang berbondong-bondong masuk ke dalam pemukiman berkualitas rendah di kota. Tekanan ini diperhebat dengan berkurangnya akomodasi hidup para petani. Bekerja dengan upah rendah dan waktu panjang membuat warga hanya mampu menyewa kamar murah, sehingga tak cukup dana untuk membangun rumah baru.

Urbanisasi menimbulkan petaka bagi kota maupun desa. Kesengsaraan bagi mereka yang tak punya cukup uang. Kemiskinan, kepadatan permukiman, polusi industri, minimnya drainase dan air bersih, kekumuhan, praktek penguburan yang buruk, menjadi penyebab timbulnya penyakit. Wabah kolera membunuh ratusan ribu jiwa antara tahun 1831-1854. Tragedi ini menjadi perhatian nasional.

Sejak itu, secara bertahap diperkenalkan peraturan kesehatan publik dan pengawasan perencanaan bangunan. Namun disadari Howard, semua pedoman ini hanya mengatur pembangunan yang sudah ada di sekitar kota, bukan mengatasi masalah migrasi yang menjadi asal muasal kekumuhan kota.
Ayah empat anak ini melihat bermacam upaya yang dibuat para industrialis untuk mengupayakan kesehatan, model komunitas yang terencana baik bagi para pekerja mereka.

Tahun 1884-5, komisi kerajaan melaporkan kondisi terburuk di permukiman kumuh. Tahun 1888 sebuah studi mengungkapkan bahwa lebih 300.000 dari 900.000 jiwa warga London Timur hidup dalam kemiskinan ekstrim. Catatan Howard waktu itu mencakup banyak ragam pekerjaan pada bermacam politik dan teori ekonomi.

Howard tinggal di Letchworth Garden City tahun 1905. Ia dipilih sebagai ketua Garden Cities and Town Planning Federation yang baru terbentuk tahun 1913. Howard menjadi sosok internasional yang berpengaruh, menjadi anggota kehormatan Town Planning Institute tahun 1914.

Ia pindah ke Welwyn Garden City pada tahun 1921, dimana ia memulai Garden City keduanya. Ia menghabiskan sisa hidupnya di sini hingga wafat 1 Mei 1928, setelah didiagnosa menderita infeksi dada dan kanker perut. Howard dianugerahi gelar bangsawan Inggris tahun 1927.

PRINSIP GARDEN CITY

Terminologi Garden City adalah dasar-dasar estetik Howard dalam melakukan reformasi sosial. Howard mendalami isu sosial, menerapkan pemikiran praktisnya dengan memadukan bermacam elemen konsep dan proyek, menyaring teori dan filosofi sampai menjadi masterplan. Perpaduan antara reformasi sosial kota kumuh dan integrasi alami.

Ia menjelaskan konsepnya dengan detail, dengan diagram serta argumen ekonomi agar cocok dengan situs kota. Karya tersebut bertajuk Tomorrow: A Peaceful Path to Real Reform, dirilis tahun 1898 dan dicetak ulang tahun 1902 sebagai Garden Cities of Tomorrow. Buku ini menawarkan visi kota yang bebas dari area kumuh dengan memadukan kelebihan kota dan desa. Kota menawarkan bermacam kesempatan, hiburan dan upah tinggi sedangkan desa memiliki pesona keindahan, udara segar dan sewa hunian yang rendah.

Garden City sendiri merupakan bagian dari pembangunan yang lebih besar, yang mengusulkan kota-kota taman sekitar pusat kota. Semua terhubung dan berbagi pelayanan/ fasilitas hiburan. Gagasan ini menuntut pembentukan kota-kota suburban baru, yang direncanakan dalam ukuran terbatas, dikelilingi sabuk hijau berupa tanah pertanian. Kota-kota ini akan tumbuh secara mandiri, dikelola dan dibiayai warga kota yang punya kepentingan ekonomi di sana.

Draft Howard memerlukan tanah seluas 6.000 acre ( 1 acre = 4540 m2 ) dengan 1.000 acre dibangun untuk 30.000 penduduk ( kepadatan 30 orang/ acre ) dan tambahan 2.000 orang di sekitar 5.000 acre tanah pertanian. Kota ini juga memiliki boulevard melingkar selebar l20 feet ( 36,6 meter ), ditanami pepohonan, yang membagi kota dalam enam sektor.

GARDEN CITY PERTAMA, LETCHWORTH

Howard mulai berceramah ke penjuru negeri. Bukunya mendapat reaksi beragam. Buku Howard ini sempat gagal meraih perhatian ahli politik dan sosial waktu itu karena keterbatasan pengetahuannya akan bidang dimana ia memberi kontribusi istimewa. Tahun 1899, sang pembicara antusias ini mendirikan Garden Cities Association ( sekarang Town and Country Planning Association ) dan sebuah badan amal lingkungan tertua di Inggris.

Asosiasi ini bertemu dan mendiskusikan cara praktis untuk mewujudkan gagasan tersebut. Keanggotaannya melalui seleksi luas para politisi, industrialis dan para profesional yang mempertimbangkan banyak topik terkait. Gagasan Howard menarik cukup banyak perhatian dan sokongan dana untuk memulai Letchworth, daerah suburban bagian utara London.

Pada 16 Juli 1902, Garden City Pioneer Company Limited didaftarkan dengan modal £20.000 dengan gagasan membangun Garden City sekitar London. Beberapa desainer didekati dan kompetisi terbatas diadakan untuk memilih yang terbaik.

Gagasan Garden City aslinya bukan untuk membangun kota artistik, namun untuk menyediakan rumah layak dan terjangkau oleh masyarakat, menurut Raymond Unwin, sang arsitek di Letchworth. Garden City dan daerah pinggiran mempunyai banyak kemiripan estetika. Gaya tersebut adalah abad pertengahan, dalam bentuk kumpulan pondok indah yang mengitari kehijauan alami dalam sebuah grup yang tak terlalu besar sehingga tak kehilangan karakter desanya dan tak terlalu kecil hingga tak mengurangi peluang interaksi sosial antar warganya.

Setiap rumah memiliki kebun sendiri, diletakkan agar seluruh ruangan dilimpahi cahaya alami, tak terhalang rumah tetangga atau bangunan tambahan. Pandangan lebih ke arah dalam dengan sistim kuldesak. Jalan setapak berkerikil menyempit di antara jalur berpohon adalah estetika terbaik di Garden City.

Letchworth tahun 1903, diwujudkan di atas area seluas 1.250 acre untuk 30.000 penduduk (24 jiwa/acre) dengan 2.500 acre disediakan untuk sabuk pertanian. Sumbu kota Letchworth sengaja dibuat untuk mempertahankan tiga pohon oak tua yang sudah ada di tapak. Sebuah langkah penting bagi perencanaan masa depan, dimana potensi alam bisa menginspirasi penataan kota yang elegan. Ada pelajaran yang bisa dipetik pada aspek penataan di Letchworth.

Keseragaman yang dipaksakan adalah sebuah ketidakmungkinan. Misalnya, warna atap, bangunan yang mirip satu sama lain, aturan memagari industri di tempatnya, dimana badan pengelola terlalu membatasi dan akhirnya malah menghasilkan kegagalan. Di Letchworth terjadi ketepatan yang mengerikan, kerapian yang menyakitkan dan kesadaran estetis yang keterlaluan. Sebuah kota tak dibangun oleh satu orang atau gagasan seseorang saja. Akibatnya, banyak rumah jelek bertebaran di sini.

Belajar dari kekurangan Letchworth, di Hampstead, keseragaman elemen hanya diterapkan di unit yang lebih kecil. Karena lebih banyak aspek alami di sini maka terasa lebih menyenangkan dan lebih menyatu secara keseluruhan. Ada keluwesan dan ketidakberaturan dalam mendesain, misalnya jalan yang semula lurus kemudian dibuat berliku. Tidak membosankan.

Pada masa sekarang, Letchworth berusaha bertahan melewati tahun demi tahun untuk menyisakan kebenaran konsep dan prinsip Ebenezer Howard dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Banyak industri yang datang ke Letchworth kini telah pergi, gagal atau berubah bentuk hingga hampir tak dikenali. Kota-kota masih berjuang agar pusat kotanya tetap bertahan menghadapi persaingan ketat. Industri baru datang dan memulai usahanya di kawasan industri, sementara yang lainnya tutup atau pindah. Kawasan bisnis terus berkembang menyesuaikan diri dengan kebutuhan jaman yang terus berubah.

Toko swalayan menggantikan kompleks universitas yang sudah tak sesuai dengan keadaan sekelilingnya. Arkade diperbaharui, rumah-rumah mulai bermunculan sementara kamera video tampak mengintip di sudut jalan. Gedung-gedung diperbaharui agar memenuhi kebutuhan industri hi-tech masa kini. Sekelompok warga senang melihat perubahan, sedang yang lain ingin Letchworth tetap dilestarikan. Ada beberapa museum sejarah Garden City di sini, yang konsep aslinya adalah membuat kota bekerja yang menyenangkan.

GARDEN CITY KEDUA, WELWYN

Denah Welwyn

Denah Welwyn

Welwyn dari atas

Welwyn dari atas

Rumah di Welwyn

Rumah di Welwyn

Jembatan di Welwyn

Jembatan di Welwyn

Garden city kedua, Welwyn, dimulai setelah Perang Dunia I. Dalam rencana, di lahan seluas 1.375 acre maksimal akan dihuni 40.000 orang ditambah 3.500 orang yang tersebar di sekitar tanah pertanian. Hanya 1/6 lahan yang akan tertutup bangunan. Welwyn mempunyai karakter khas pedesaan, rerumputan melay-out jalan, tanpa aspal maupun trotoar. Kontur tanah benar-benar dimanfaatkan untuk mencapai efek arsitektural tertentu.

Kuldesak dipakai untuk memaksimalkan penggunaan tanah dengan biaya perawatan seminimal mungkin. Luas kapling beragam antara 1/5 – 1/8 acre yang dibangun masyarakat dibawah peraturan Addison Housing Act tahun 1919. Tahun 1921, rumah dengan 3 atau 4 kamar tidur itu dibangun dengan eksterior lebih baik, dengan gaya utama bata merah arsitektur Georgian, sopi-sopi beratap mansard dan jendela di atap.

Kesederhanaan desain awal di Welwyn, meski masih lebih baik dari yang terbagus di Letchworth menyebabkan prasarana dan fasilitas umum berubah, 20 tahun kemudian. Apalagi sejak mobil secara konsisten digunakan tahun 1927, jalan-jalan utama selebar 18 kaki, lapangan dan kuldesak menjadi tak efektif. Kenyamanan hidup berkurang. Ini terjadi pada fase pertama kota-kota baru.

Model Garden City ternyata tak menyediakan ruang cukup bagi kehadiran teknologi modern. Elemen visual menarik dan detail perencanaan perlahan lenyap oleh pelebaran jalan dan pembabatan ruang-ruang terbuka hijau. Welwyn menghindari jalan raya formal, kecuali di pusat kota karena posisinya secara visual paling menarik. Bentuk formal dan informal dipadukan untuk mencapai klimaks. Dengan membandingkan Letchworth, Hampstead kemudian Welwyn, terlihat kemajuan berarti dari gagasan asli Howard.

GARDEN CITY GO INTERNATIONAL

Gagasan Howard tentang reformasi sosial dengan konsep Garden City-nya mempengaruhi perencanaan kota Inggris pada awal abad 20, di saat pemerintah sedang getol-getolnya membangun kota-kota satelit untuk membantu desentralisasi London. Kreasi Letchworth dan Welwyn Garden City ini menginspirasi “Kota-kota Baru” berikutnya usai PD II, misalnya dalam meletakkan pusat lingkungan di kota satelit dan prinsip desain humanis yang banyak diterapkan di kawasan perumahan. Perbedaannya, tingkat kepadatan maksimum menjadi 18 rumah/ 4540 m2. Gerakan ini menghasilkan lebih dari 30 komunitas, diawali Stevenage, Hertfordshire dan diakhiri ( yang terbesar ) Milton Keynes, Buckinghamshire.

Elemen dalam konsep Garden City dapat dilihat dalam banyak pembangunan di seluruh Inggris juga kota-kota di dunia. Gagasan Howard mengilhami para perencana lain seperti Frederick Law Olmsted II dan Clarence Perry. Walt Disney menggunakan elemen dari konsep Howard dalam desain original untuk EPCOT ( Experimental Prototype Community of Tomorrow ).

Konsep Garden City atau Kota Taman memang tak lepas dari kekurangan. Terlepas dari kewajaran itu, melihat upaya gigih Sir Ebenezer Howard memperbaiki kondisi hidup masyarakatnya sepatutnya kita acungi jempol. Setidaknya, tampilan estetik dan perbaikan standar hidup yang terwujud mendekati cita-cita Howard semula. Lingkungan tempat tinggal mejadi lebih manusiawi dari keadaan sebelumnya dan arus migrasi agak tertahan di kota-kota taman yang baru dibangun.

Kota-kota yang direncanakan dengan baik, biasanya langsung dikenali orang. Aspek penting Garden City adalah denah yang fleksibel dan kepercayaan yang tinggi pada potensi tapak. Untuk mewujudkannya, memang bukan pekerjaan mudah. Demikian pula saat melestarikannya, yang bisa mengakomodir kebutuhan jaman. Meningkatnya jumlah bangunan akibat pertambahan penduduk serta hadirnya kendaraan bermotor terbukti menyebabkan penyimpangan desain di Letchwoth dan Welwyn, juga kota-kota yang menerapkan Garden City.

Pelebaran jalan telah memangkas jarak yang diperlukan untuk mengagumi keindahan deretan bangunan yang ada untuk dirajut dalam memori kita. Apalagi merobohkannya sama sekali. Desain kota memang sangat rentan pada pengaruh luar dan respon itu tak perlu mirip pada kondisi sama. Kita harus tetap melirik aspek lokal sehingga kota kita mempunyai ciri khas yang membuat kita selalu rindu untuk pulang ke ‘kampung halaman’.

Dari paparan di atas, secara estetika Garden City telah terbukti mampu menembus abad ke-21 dengan kemapanan tersendiri. Akankah drama penggusuran tempat kumuh dan kawasan bersejarah akan terus berlangsung di depan hidung kita ? Itu tergantung nurani dan pemahaman kita saat bertindak. Menghadapi dilema pelestarian bangunan bersejarah/ kawasan cagar budaya atau penggusuran demi keuntungan ekonomi/ parsial kelompok, di manakah posisi kita ?

Apakah kita termasuk yang suka bedah plastik, tempel sana tambal sini, bahkan menyulap kawasan kota anda sama sekali baru seperti terlahir kemarin sore, yang lupa akar sejarah ? Atau kita lebih terkesan kota yang anggun berwibawa, yang telaten merawat gurat-gurat ketuaan di wajahnya, yang menjadi jangkar memori pada perjuangan masa lalu bangsa kita ? Berpulang pada kita semua. ( A.Savitri/ pelbagai sumber )

Written by Savitri

18 Februari 2009 pada 10:11

Ditulis dalam Ragam

Tagged with ,

4 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. makasih infonya..menambah pengetahuan yg kumiliki

    fariable

    3 November 2010 at 15:34

  2. @ Fizah :
    Sama2. Dari Malaysia ? …

    Savitri

    28 Juli 2010 at 17:17

  3. terima kasih,maklumat yang sangat berguna untuk saya.

    FIZAH

    28 Juli 2010 at 16:48

  4. Terima kasih… sangat membantu tugas kuliah saya dan menambah ilmu saya…

    opie

    27 Oktober 2009 at 12:56


Tinggalkan komentar