Madani & Manusiawi

Great People, Bandung, West Java, Indonesia.

Archive for Desember 24th, 2018

Tsunami Selat Sunda. Penataan Kawasan Pantai dan Mitigasi Bencana. Siapa Mulai ?

leave a comment »

Gunung Anak Krakatau ketika damai.

Ketika erupsi…

Ketika meluluhlantakkan 4 kabupaten di Banten dan Lampung dengan longsoran tubuhnya. Menyulap gelombang 2 meter jadi setinggi 15 meter. Rumah dan hotel hancur. 431 orang tewas, lebih 7.200 orang luka-luka karenanya. Persisnya karena penataan kawasan pantai yang buruk ( pesisir dikapling, bahkan di Ba** laut pun dikapling ). Mestinya, ada jarak 100 meter ( sempadan pantai ) dari batas pasang tertinggi sebelum rumah dan hotel itu dibangun, terutama di wilayah potensi tsunami ( pernah tsunami ). Ada hutan bakau, buffer pemecah kekuatan tsunami sebelum semua bangunan itu. Ada simulasi mitigasi bencana yang rutin dilakukan warga pesisir sampai hafal luar kepala alias refleks jika tsunami menyerbu daratan. Lihat air surut jauh sampai terlihat ikan bergelimpangan begitu menggiurkan untuk dipungut, warga langsung refleks menjauhi pantai sampai 1 km/ mencapai tempat tinggi dalam tempo 10 menit. Para kepala daerah juga rutin ditatar cara mitigasi yang benar agar ia memberi teladan mitigasi dan terdepan menyelamatkan warganya ( tak Basarnas, BNPB melulu ). Kepda pro aktif ( lapor BMKG) jika buoy peringatan dini tsunami di daerahnya sudah lenyap/ rusak agar prediksi tsunami BMKG di daerahnya bisa akurat ( gak protes melulu ). Masuk hotel atau kawasan pantai sudah dipasang plang edukasi mitigasi ( di mana titik kumpul evakuasi/ shelter tsunami, nomor hotline Basarda, Basarnas, BPBD, BNPB, BMKG, Badan Geologi, Polda ) agar wisatawan tahu cara menyelamatkan diri. Mitigasi bencana perlu masuk kurikulum sejak Paud sampai Perguruan Tinggi, karena kalau sudah tua menumbuhkan kesadaran ( literasi ) bencana sudah sulit ( ngeyel ). Syukur-syukur si anak yang mengingatkan orang dewasa di sekelilingnya agar sadar mitigasi ( biar si ortu rikuh, malu sama anak jika melanggar aturan ) . Peraturan kebencanaan sudah surplus di negeri ini, tapi kok implementasinya masih minus ya ? Penghormatan terhadap nyawa manusia masih minim. Masih reaktif, belum antisipatif. Siapa mau sadar mitigasi sekarang ? Sebelum tsunami datang lagi… ( foto: antara, detik )

Bencana pun “up to the next level” kini. Dari gempa Lombok, gempa tsunami likuifaksi Palu, sampai malam minggu kemarin ( 22/12/2018 jam 21.27 WIB ), gelombang tinggi- purnama parigi/ pasang- tsunami-longsoran tubuh anak gunung Krakatau mengubah prediksi gelombang tinggi 2 meter BMKG jadi setinggi 9-15 meter menurut saksi mata ( korban selamat ) di lokasi bencana ( Pantai Carita, Tanjung Lesung, Kec. Anyer, Kec.Cinangka , Pandeglang di pesisir Banten dan pesisir Lampung Selatan ). Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. ( pakar geologi berjilbab, mantan rektor UGM ) diprotes banyak pihak bahkan sampai diminta mundur karena rilisnya seperti berubah-ubah, membingungkan.

Di Prime Time News ( MetroTV, 23/12/2018 ) Dwikorita bilang, tak ada yang salah dari prediksinya. Kewajiban pihaknya untuk menginformasikan ( secepatnya, sesuai data terakhir ) peringatan cuaca, gempa, gelombang tsunami yang diinput dari instrumen yang dipasang di lapangan ( seismograf, buoy peringatan dini tsunami, dsb ) lalu disimulasikan secara computerized. Ketika ada potensi gelombang tinggi ( 20-26 Desember 2018 ) segera ia merilis ke publik dan instansi terkait. Lalu tiba-tiba muncul garis fluktuasi khas tsunami di alat pencatat ( selama 4-6 menit ). Dwi lalu merilis update-nya ( peringatan tsunami ) meski ia tak yakin dari mana energi tsunami tsb karena tak ada gempa yang tercatat di seismograf. Tapi ia mesti memberitahu segera karena mencek ke lapangan butuh waktu seharian, kuatir keburu disambar gelombang tsunami ( yang ternyata berlangsung 21.27-21.53 WIB ).

Setelah koordinasi dengan Badan Geologi, ternyata memang ada longsoran tubuh anak gunung Krakatau pada pukul 21.03 WIB ( terlihat di citra satelit, massa anak gunung itu sebelum 22 Desember dan sesudahnya, jadi lebih kecil ). Sehingga peringatan gelombang tinggi yang 1,5 – 2 meter ( tak perlu mengevakuasi diri sejauh lebih 1 km/ ke tempat tinggi ), mendadak berubah peringatan tsunami dalam waktu mepet ( sebagian tak sempat menyelamatkan diri ) karena buoy peringatan dini di sana sudah hilang sejak tahun 2007. Anehnya, muncul sirene yang dikira warga dari alat BMKG, padahal sirene itu jika benar ada pasti tercatat di sistem komputer markas BMKG dan terdengar petugasnya di lapangan ( jadi sirene itu dari pabrik atau ambulans ? ). Benar-benar bingung ya.. ( kapan persisnya waktu ngacir yang on time agar selamat ).

Di posko kantor gubernur Lampung, jam 16.30, sekitar 3000 pengungsi menjerit histeris setelah muncul hoax di WA bahwa ‘akan ada tsunami susulan’. Warga lain yang literasi bencana berusaha menenangkan. Akhirnya ditempel stiker di sejumlah area, nomor hotline untuk warga bisa menanyakan info valid seputar bencana tsunami Banten-Lampung. Para pengungsi pun tenang kembali ( kunci tenang itu informasi yang jelas, detail, gamblang dan mudah dimengerti, seperti pujian Jokowi pada Sutopo, humas BNPB ).

Kapolri Tito segera ke lokasi bencana, mengerahkan anak buahnya untuk membantu evakuasi warga dalam proses tanggap darurat bersama Tim Gabungan ( Basarnas, Basarda, BNPB, BPBD, TNI-AL, Polair, relawan ). Tito juga memberitahu warga ( dan wartawan ) bahwa BPBD, Basarnas BMKG, ( juga Badan Geologi ), aparat TNI dan Polri bisa jadi acuan masyarakat jika ada berita simpang siur.

Tsunami vulkanik ( biasanya tsunami karena gempa, hal baru buat kita seperti likuifaksi di Palu ) melanda 4 kabupaten di pesisir Banten ( tsunami lebih besar ) dan Lampung. BMKG, kerjasama dengan Badan Informatika Geospasial untuk merilis info tsunami, lalu Badan Geologi ( Pusat Vulkanologi ) untuk info erupsi gunung sekitar Selat Sunda itu.

PENJELASAN TSUNAMI VERSI PVMBG dan BMKG

Menurut PVMBG, lontaran material pijar Gunung Anak Krakatau ( dalam fase bangun tubuh hingga besar ) sampai 2 km. GA.Krakatau adalah gunung api muda strato tipe A yang muncul dalam kaldera, pasca erupsi paroksimal tahun 1883 ( tsunami setinggi 40 m, korban tewas 36.000 jiwa ) dari kompleks vulkanik Krakatau. Aktivitas erupsi pasca pembentukan dimulai sejak tahun 1927, saat tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut. Tahun 2013 tubuh ini mulai muncul sampai elevasi tertinggi 338 m dari muka laut ( pengukuran September 2018 ), jelas PVMBG ( 23/12/2018 ) di Jl. Diponegoro No. 57 Bandung.

Karakter letusannya adalah erupsi magmatik berupa erupsi ekplosif lemah ( strombolian ) dan erupsi epusif ( aliran lava ). Letusan strombolian terjadi pada 20 Juni 2016 dan 19 Februari 2017. Lalu pada 29 Juni 2018, precursor letusannya diawali gempa tremor dan peningkatan jumlah gempa Hembusan serta Low Frekuensi pada 18-19 Juni 2018. Jumlah gempa Hembusan terus meningkat dan akhirnya meletus pada 29 Juni 2018, melontarkan material di sekitar tubuh GA Krakatau ( kurang dari 1 km dari kawah ).

Namun, sejak 23 Juli teramati lontaran material pijar jatuh di sekitar pantai, sehingga radius bahaya diperluas menjadi 2 km dari kawah. Tsunami dan lontaran material pijar dari tubuh gunung yang kini berdiameter 2 km ini berbahaya, Sedangkan sebaran abu vulkaniknya tergantung dari arah dan kecepatan angin. Status GA Krakatau kini Siaga 3 ( warga dilarang mendekati kawah pusat erupsi dalam radius 5 km ). Warga di pesisir Banten dan Lampung harap tenang melakukan kegiatan seperti biasa dengan mengikuti arahan BPBD setempat dan jangan terpengaruh isu-isu tsunami dari sumber tak jelas ( crosscheck dulu ke BMKG, PVMBG, Basarnas, BNBP, BPBD, TNI atau Polri )

Pada 22 Desember 2018 teramati letusan GA Krakatau dengan tinggi asap 300-1500 m di atas puncak kawah ( terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale 58 mm ). Menurut PVMBG, untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu runtuhan cukup masif yang masuk ke kolom air laut dan untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar ( tidak terdeteksi seismograf di pos pengamatan gunung api ). Sedangkan menurut BMKG, tsunami yang terjadi kemarin bukan karena aktivitas tektonik ( 90% tsunami dipicu gempa, 10% dipicu erupsi ). Gempa 3,4 SR di GA Krakatau sudah bisa ( langsung atau tidak langsung ) memicu tsunami. Pemerintah lalu memasang. 6 sensor erupsi ( buoy terpadu BMKG ) di 3 pulau terdekat GA Krakatau ( di antaranya Sebesi dan Sebuku yang berjarak 10 km dari kawah GA Krakatau )

PENJELASAN SIRENE MISTERIUS

Diberitakan, ada 52 sirene milik BMKG dalam early warning sistem tsunami yang dipasang sejak 2008. Kemudian, 15 sirene dihibahkan ke pemda yang dianggap sudah bisa merawatnya. Sisanya, dirawat BMKG yang 2 jam baterenya habis ( sehingga tak bisa berbunyi terus kalau tak di-charge lagi ). Ada pula petugas BMKG / intern auditor yang menyetop sirene jika peringatannya sudah tak sesuai lagi dengan perkembangan data terakhir bencana yang diolah sistem BMKG. 52 sirene ini dipencet tombolnya oleh pemda setelah menyimak rilis gelombang tinggi atau tsunami dari BMKG. Sudah tahu sekarang siapa gerangan biang sirene misterius yang di dengar warga pada 22/12/2018 lalu ?

Saat sirene, BMKG menganjurkan warga bergeser dari bibir pantai hingga 500-1000 meter dari garis pantai agar warga cukup waktu menyelamatkan diri ( lari melebihi 1 km dari bibir pantai ). ( Prime Time News. MetroTV, 26/12/2018 ).

Terlihat di layar TV, warga, relawan SAR lari kencang menjauhi pantai ketika gelombang tinggi 4 meter diiring gemuruh tremor GA Krakatau yang kian keras. Mereka mungkin jadi guru mitigasi kita di hari-hari berikutnya. Sudah terlatih meng-update rilis BMKG dan tahu harus lari secepat apa ( di Jepang, warga sudah menyiapkan ransel bekal mengungsi dan sepatu kets dekat ranjangnya yang siap disambar ketika peringatan bencana masuk ponselnya dan seluruh siaran TV serempak merilisnya. Warga dilatih dan terlatih memberdayakan diri. Tak pasif menunggu bantuan. Kita harus bisa setrampil itu ketika menghadapi bencana. Bahkan lebih, karena tingkat bencana di sini paling top sedunia. We’re born for ‘that’. Allah sedang menempa kita ).

KESIGAPAN APARAT & TIMSAR GABUNGAN

Polda Banten lalu melakukan Ante Mortem pada keluarga korban tewas. Hasilnya sementara ini, sebanyak 66 jasad sudah teridentifikasi. 16 jasad belum dikenali karena tak ditemukan kartu identitas di bajunya, sehingga keluarga korban perlu datang membawa foto korban/ baju ketika terakhir pergi, foto senyum korban terlihat gigi/ foto rontgen gigi, tanda lahir, tanda khas pada korban ( sidik jari, kemendagri bisa bantu polisi DVI lagi seperti waktu kecelakaan JT 610 ? )

Tiga personel band Seventeen yang lagi manggung ( 15 meter dari bibir pantai ) dan komedian Aa Jimmy ( juga istri dan 2 anaknya ) ikut jadi korban tewas. Jasad Aa terbujur di RSUD Serang. Pengasuh dan anak bungsu Aa selamat lalu diantar ke Cianjur bersama jasad Aa. Menurut Sutopo, dari tsunami ini sebanyak 373 orang tewas ( sebagian besar wisatawan yang sedang menginap di 3 hotel dan penonton panggung hiburan ). Lebih 1.459 orang luka, mereka dirawat di RS Berkah- Pandeglang ( 164 orang dirawat, 37 orang lalu dirujuk ke RS lain dan 1 orang ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. RSUD Drajat, Serang merawat 98 pasien. Korban lainnya dirawat di RSU Banten dan RS Lebak ( Breaking News, MetroTV, 23/12/2018 ). 128 orang hilang dan 5.665 orang mengungsi. Kita turut berduka cita atas semua kehilangan ini. Semoga yang luka cepat sembuh, yang hilang segera ditemukan, yang tewas segera dikenali dan dikebumikan keluarganya. Semoga semuanya dikuatkan-Nya menerima bencana ini. Amiin..

Akun twitter Palang Merah Indonesia

Update Sabtu ( rilis BNPB, 29/12/2018 ):

Daerah paling terdampak parah adalah Kabupaten Pandeglang, yaitu kawasan wisata dan permukiman sepanjang pantai dari Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Panimbang, dan Carita ( terbanyak penonton Seventeen ) Sejumlah korban masih terjebak reruntuhan di Carita. Rombongan PLN juga jadi korban tsunami ( 14 tewas, 89 hilang )

Karena terparah ( Kabupaten Pandeglang : 290 orang meninggal dunia, 1.143 luka-luka, 77 orang hilang, 14.395 orang mengungsi ) maka masa tanggap darurat di Pandeglang ditetapkan 14 Hari, Lampung Selatan 7 Hari

Mirisnya, untuk mengantipasi dampak bencana sebesar itu, rata -rata anggaran kebencanaan di pemda hanya 0,002% ( padahal minimal 1% dari APBD ). Hasilnya, kerugian Indonesia akibat bencana ( 2005 sd 2015 ) lebih Rp 640 triliun ( EMI, 26/12/2018 ). Semoga kurikulum kebencanaan jadi diterapkan dan mitigasi rutin dilakukan, sehingga korban jiwa dan kerugian negara bisa diminimalisir. Amiin.

Shelter bencana ( titik kumpul evakuasi ) pernah dikorup pejabat di Banten beberapa waktu lalu, tapi pelaku cuma dihukum 1,3 tahun penjara ( plus dapat remisi ), padahal dampak perbuatannya menewaskan lebih 429 orang dan merugikan negara belasan triliun. Ini contoh hukuman ringan extra ordinary crime yang merenggut HAM lebih 18 ribu orang. Apa setelah ini, para penyelenggara negara, penggiat HAM, jaksa, hakim bisa melihat HAM dari sisi korban/ rakyat ? ( bukan cuma HAM pelaku yang ingin nyaleg lagi yang diamini MA dan caleg napikor kubu 02 yang di forum Singapura kemarin sok inosen mempermalu Indonesia dengan menyebut korupsi stadium 4. Ngaca dong. SU saja nyuap/ mahar 1 triliun supaya bisa nyawapres. Kubu PS ini bisa apa sih, selain nyinyir, hoax, politisasi agama, menakut-nakuti para pemilih ? ).

Apa yang bisa kita petik dari pelajaran bencana kali ini ? ( wake up call dari Allah Swt ). Longsoran tubuh gunung anak Krakatau memperbesar gelombang tinggi ( karena cuaca dan pasang bulan purnama ) menjadi tsunami, seperti kita menepuk air di baskom ( sebagian volume air muncrat ke luar/ daratan ). Kepastian alam : jika sudah pernah terjadi bencana di suatu daerah ( misal, longsor vulkanik memicu tsunami di Selat Sunda ) maka akan terulang lagi di masa datang ( cuma waktunya belum pasti ), bisa bulan ini atau beberapa tahun kemudian. Di Banten pernah terjadi gempa 6,4 SR ( Januari 2018 ) dan banjir bandang tahun 2017. Apa daya ?

Kunci menghindari jatuhnya banyak korban jiwa dalam bencana berulang itu adalah penataan tata ruang. Ada UU no. 1 tahun 2014, Perpres yang minta dibuat Perda untuk menata kawasan pantai. Rumah ( bangunan, hotel, panggung hiburan ) harus dibangun tahan gempa setelah jarak 100 meter dari batas pasang tertinggi pesisir pantai. Apalagi jika wilayah tsb pernah terjadi gempa, tsunami, letusan gunung ( longsoran tubuh gunung, awan panas/ wedhus gembel, aliran lava/ dingin dan lahar/ panas ), likuifaksi, banjir bandang, longsor sedimen laut, dsb. Plus mitigasi bencana ( warga terlatih/ rutin simulasi tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana. Jika kedua hal tsb sudah dilaksanakan maka teknologi tak lagi signifikan artinya ( sebaliknya jika teknologi supercanggih sampai bisa akurat prediksinya, namun warga tak tahu ke mana titik kumpulnya/ evakuasi pengungsi, secepat apa larinya, maka ia akan tewas tersambar tsunami juga )

Daerah potensi tsunami upayakan tak jadi daerah permukiman ( meski daerah seperti itu biasanya nyaman dan subur, sehingga warga cenderung enggan jika diatur/ ditertibkan. Giliran kena bencana, mereka histeris, teriak-teriak minta bantuan pemerintah, protes emosional kalau bantuan datang terlambat terkendala gangguan komunikasi dan akses jalan karena BTS seluler pada roboh, gardu listrik rusak, jalan jembatan putus, dsb ). Daerah rawan tsunami jadikan daerah wisata saja yang tak ditinggali secara menetap.

Penghijauan/ hutan bakau digalakkan di tepi pantai untuk meredam/ mengecilkan tsunami yang masuk daratan sehingga tak membahayakan lagi. Jika penataan kawasan pantai tak seperti ini dan latihan mitigasi tak sering dilakukan maka kegagalan/ musibah berikutnya bisa dipastikan, sedang keselamatan hanya sesekali/ ‘kebetulan’.

Menurut wakil BPPT, pada Mei 2018, pihaknya pernah mengadakan kajian potensi tsunami dari seismik/ gempa bumi di Banten, eh.. ternyata tsunami dari erupsi gunung yang terjadi ( alam ngamuk susah ditebak ). Ia kuatir, lempeng subduksi Selat Sunda akan terpicu setelah bencana ini ( energi dan dampaknya lebih besar dari tsunami erupsi ). Nah, lho.. ( waspada bencana sepanjang masa )

POLITIK ANGGARAN KUAT MENGANTISIPASI BENCANA

UU no.24 th 2007 tentang Penanggulangan Bencana meminta anggaran kebencanaan yang cukup ( saran Bappenas 1% di APBN, APBD ). Rp. 10 ribu untuk mitigasi bisa menghemat dampak bencana Rp 40 ribu. Prakteknya, pemda rata-rata cuma 0,002% untuk bencana ( umumnya 70% dana APBD habis untuk belanja rutin/ gaji pegawai. 30% untuk pembangunan. Termasuk 20% untuk pendidikan ). Seperti Kab. Pandeglang yang terdampak tsunami Selat Sunda paling parah cuma bisa menganggarkan Rp 4 miliar untuk bencana di daerahnya ( lalu kini terpaksa minta bantuan pemerintah provinsi, pusat dan donasi masyarakat untuk mengatasi dampak bencana ). Kini tinggal Rp 200 juta setelah dipakai bencana sebelum tsunami tsb ( EMI, 27/12/2018 )

Anggaran 1% APBN, APBD itu juga mesti didukung mindset yang benar tentang mitigasi bencana, skala prioritas penggunaan anggaran, partisipasi aktif warga dan kecakapan mitigasi kepala daerah yang negarawan ( bukan pedagang seperti sebagian kepda saat ini ).

Ada yang bilang, perlu ratusan tahun lagi untuk GA Krakatau meletus seperti tahun 1883 ( tsunami setinggi 40 m, korban tewas 36.000 orang ). Namun, ketika Gunung Krakatau meletus tahun 1883, seorang survivor pernah menulis prediksinya bahwa anak gunung ini akan erupsi/ bencana besar antara tahun 2015- 2073 M ( karena erupsi 12 inchi tiap bulan. Jika hadis menyebut, kiamat terjadi sebelum 1500 Hijriah, mungkinkah sebelum tahun 2073 Masehi itu ? ). Waspada dan bersiaplah seperti anggota TNI ( mengantisipasi worst scenario )

Pada 27/12/2018, ratusan warga Pulau Sebisi dan Sebuku diungsikan dengan KRI ke Lampung Selatan karena kedua pulau tsb berjarak 10 km dari anak gunung Krakatau yang statusnya kini sudah dinaikkan dari level Waspada ( menjauh dari radius 2 km dari pusat erupsi ) ke Siaga 3 ( menjauh dari radius 5 km ). Warga, komunitas penerbangan, pelayaran diminta Pusat Vulkanologi untuk menjauhi radius bahaya 5 km dari GA Krakatau. Gunakan masker penutup hidung untuk menghindari Ispa ( infeksi saluran pernafasan ) dari tebaran abu vulkaniknya yang bisa menjangkau jarak lebih jauh lagi ( rasakan ke mana arah angin bertiup di Banten dan Lampung dari posisi lontaran GA Krakatau ). 500 warga memilih tinggal di Sebesi untuk menjaga harta bendanya ( belum Siaga 1 yang harus mengungsi ). Ratusan lainnya dengan kapal KRI diungsikan ke posko di Lampung. Sebagian lainnya memilih mengungsi ke tempat sanak saudaranya.

Indonesia terletak di pertemuan 3 lempeng benua sekaligus di atas cincin teraktif di dunia ( letusan Gunung Toba membenamkan benua Atlantis, membuat Nabi Nuh mengungsi ke Aurora, meninggalkan kaldera 74 ribu tahun lalu yang kini jadi danau terbesar di dunia-Toba, dengan kedalaman lebih 1600 meter melampaui dasar Laut Jawa ) cuma diantisipasi dengan 0,002 % dana APBD ? Mestinya tanah subur di atas tungku api raksasa ini kita akrabi dan peluk bencananya dengan politik anggaran yang memadai untuk mitigasi dan tanggap darurat. 1% atau lebih. Nyawa ratusan ribu orang menjadi taruhannya.

( makin banyak badan yang ngurusi bencana mestinya makin kuat koordinasinya, jangan ego sektoral/ bertindak sendiri-sendiri )

Ada dua ‘gak keburu’ di tsunami ini. Gubernur Wahidin sudah niat untuk menertibkan rumah, bangunan dan hotel di pesisir Banten yang kurang dari 100 meter dari pasang pantai sesuai UU tsa. Tapi keduluan tsunami erupsi. Dwikorita juga sudah berencana membuat badan koordinasi dengan Badan Geologi, Badan Informatika Geospasial, menko kemaritiman, BPPT, dsb terkait kebencanaan, tapi tsunami keduluan menerjang karena kendala birokrasi ( ada netizen yang usul dibuat kementerian kebencanaan, tanggap darurat dan mitigasi di periode kedua Jokowi untuk menghadapi bencana-bencana besar yang sudah diprediksi pakar PBB akan makin sering terjadi di Indonesia ).

Klop dengan firasat ( dan mimpi saya ), kerusakan lingkungan sudah kian parah di sini, dari hutan yang rutin terbakar tiap tahun, sampah bersedimen penyebab longsor laut di Palu ( daerah lain menyusul jika tak memperbaiki kebiasaan buruknya membuang sampah sembarangan ), sampah plastik masih terus membunuh paus sperma di sejumlah tempat di tanah air.

Kita belajar biologi di sekolah, jika satu spesies dalam rantai makanan lenyap maka spesies/ elemen lain akan bertambah berlipat ganda, merusak keseimbangan ekosistem yang berujung petaka pada manusia yang berada di puncak piramida. Entah ini arah mengurangi populasi manusia hingga tersisa 3 miliar saja sebelum 2 perang besar menjelang akhir dunia yang sudah berumur 800 miliar tahun ini.

Daya dukung bumi renta ini sudah mendekati batas akhirnya. Mungkin tinggal warga yang literasi bencana dan dekat Allah saja/ jaga alam yang bisa survive menjadi umat unggulan untuk memenangkan perang mendebarkan itu. Wallahu’alam. Andakah itu ?

=============

Sederet info dari akun ( twitter ) resmi lembaga terkait kebencanaan dan kedaruratan di Kota Bandung dan Indonesia. Mengikuti mereka/ follow membantu kita survive dan menyelamatkan orang-orang yang kita kasihi di saat genting. Literasi bencana dan refleks mitigasi. Siip !

=================

Info Bandung-Jabar :

Program RW #GISA ( Gerakan Indonesia Sadar Administrasi Kependudukan ) dan aplikasi Salaman ( Selesai Dalam Genggaman ) sudah diluncurkan Pemkot Bandung medio Desember 2018. RW #GISA merupakan gerakan menyadarkan masyarakat’ akan pentingnya administrasi kependudukan. Ada lima RW yang jadi proyek percontohan, yaitu RW 03 Sukaasih, RW 10 Sukabungah, RW 01 Astanaanyar, RW 2 Antapani Kulon, dan RW 12 Batununggal. Dokumen yang perlu dimiliki warga Bandung, di antaranya ; kartu tanda penduduk ( KTP-E ), kartu keluarga ( KK ), kartu identitas anak ( KIA ), akta kelahiran, akta kematian, surat tinggal sementara, hingga dokumen pindah atau keluar daerah.

Sedangkan program Salaman adalah aplikasi berbasis mobile android dan web untuk mengurus dokumen kependudukan sehingga siapapun, kapanpun, dimanapun bisa mengurus dokumen kependudukan hanya melalui telepon genggam ( ponsel/ smartphone ), yaitu akta kematian, akta kelahiran, akta cerai, dan surat pindah-keluar Kota Bandung. Aplikasi Salaman bisa didapatkan gratis melalui Play Store atau diakses melalui laman https://disdukcapil.bandung.go.id

Warga tidak perlu repot datang ke Kantor Disdukcapil untuk membuat dokumen. Cukup lewat ponsel yang hasilnya bisa di-print. Kalau masih perlu dokumen yang asli, warga tinggal datang membawa hasil cetaknya ke Kantor Disdukcapil. Mudah kan?

Administrasi kependudukan, modal utama dalam pembangunan. Data akurat dan komprehensif dari warga juga dilakukan secara jemput bola, di antaranya dengan Mobil Mepeling, Mobil Bi Eha dan Mang Ujang. demi pelayanan publik berkualitas.

————————-

WISATA BUDAYA : Tari Jaipong.

“Jaipong”- drawed by Vitrisa

Tari Jaipong, siapa tidak kenal ? Jaipong adalah tari pergaulan yang merakyat sekaligus melanglangbuana ke seantero dunia. Identitas kesenian Jawa Barat yang dibawa dalam misi kesenian ke mancanegara. Tarian rakyat ini juga digelar untuk menyambut tamu negara yang datang ke Jawa Barat.

Awalnya, di TransTV, ada kontestan IMB yang konsisten membawakan tari Jaipong. Rumingkan namanya. Grup belia, cantik juga powerful ketika menari. Saya baru tahu, Pencak Silat ikut mempengaruhi tari Jaipong. Pantes aja.

Tari Jaipong mempengaruhi seni pertunjukan wayang, degung, genjring ( terbangan ), kacapi jaipong dan bahkan musik dangdut. Pong-Dut. Bagaimana Jaipongan diciptakan ?

Tari Jaipongan, hasil modifikasi tari tradisional khas Sunda, Ketuk Tilu, yang populer sekitar tahun 1916. Ketuk Tilu sudah ada sejak tahun 1809 ketika Groote Postweg/ Jalan Raya Post dibuat masa Daendels.

Waditra yang digunakan waktu itu adalah rebab, kendang, 2 kulanter, 3 ketuk dan gong. Gugum Gumbira, seniman asal Bandung, lalu mengkreasikannya kembali menjadi tari Jaipong. Ia sangat mengenal pola gerak tari tradisi yang berkembang di Kliningan atau Bajidoran ( Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, Subang ).

Gerak bukaan, pencugan, nibakeun, mincid dari beberapa kesenian di sini menjadi inspirasi kesenian Jaipongan. Nama populernya. Ronggeng dan pamogoran ( penonton yang ikut menari dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu, Doger dan Tayub ) mempengaruhi Jaipong sebagai tari pergaulan. Beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tari Topeng Banjet. Gerak dasar tari Jaipongan juga diambil dari Pencak Silat.

Karya Jaipongan pertamanya adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” ( tari putri ) dan “Rendeng Bojong” ( tari putra putri, berpasangan ). Muncul nama Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali dan Pepen Dedi Kurniadi sebagai penari Jaipongan yang andal. Setelah dipentaskan di TVRI tahun 1980, tari Jaipongan pun laris manis diundang ke hajatan, televisi dan perayaan. Penggiat seni tari menjadi lebih aktif menggali tarian rakyat yang sebelumnya kurang diperhatikan. Kursus tari Jaipongan lalu dibuka. Sanggar atau grup tari dibentuk di Jawa Barat untuk melayani permintaan masyarakat.

Tari Jaipongan bergaya Kaleran berciri ceria, humoris, semangat, spontan, sederhana, alami dan apa adanya. Seni Jaipongan di Bandung diberi pola ( Ibing Pola ). Di Subang dan Karawang tidak berpola ( Ibing Saka ). Jaipongan gaya Kaleran ini disajikan dengan tahapan sebagai berikut :

Tatalu Kembang Gadung Buah Kawung Gopar Tari Pembukaan ( Ibing Pola ) yang dibawakan penari tunggal atau sinden Tatandakan ( menarikan lagu sinden ). Jeblokan dan Jabanan, di mana para penonton ( bajidor ) sawer uang ( jabanan ) dengan salam tempel.

Tahun 1980-1990an, Gugum Gumbira menciptakan tari Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan dan Kawung Anten. Muncul penari Jaipongan andal : Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata dan Asep.

Tari Jaipongan diiringi musik Degung yang menghentak dengan suara kendang yang dominan. Penari bisa seorang, berpasangan atau berkelompok. Mereka menari di acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.

Jadi, anda tahu tari Jaipong, pencipta Jaipongan dan penari Jaipongan sekarang ya.. ( foto: “Jaipong”- drawed by Vitrisa )

Sandrina dulu dan sekarang

“Tong Hilap Nyak !”, pesan penari cilik, Sandrina Azzahra juara Indonesia Mencari Bakat – 3 ( 28 April 2013 ) di TransTV yang akrab dengan tarian tradisional, khususnya Jaipong. Wajah imutnya selalu menjadi perhatian para juri dan penonton IMB.

Sandrina dulu sekolah di SDN Panaragan 1, Kota Bogor, lalu melanjutkan ke SMPN 7, Kota Bogor. Sejak umur 7 tahun, Sandrina oleh ibunya diikutkan kelas menari.

Setelah juara kontes bakat IMB-3, Sandrina membuka sanggar tari betnama Sandrina Studio. Siswa tari yang diajarinya dari anak-anak sampai dewasa, karena gadis kelahiran Bogor, 8 Juli 2001 ini kini sudah mekar sebagai gadis cantik ( murid SMA ). Ketimbang menjadi dokter atau insinyur, dara jelita ini memilih terus menari untuk melestarikan budaya ( dan menari sampai tua !

Sanggar tari Sandrina berupaya mengembalikan fenomena pergeseran nilai budaya lokal dari pengaruh budaya Barat, selain wadah kreasi dan eksplorasi untuk menghasilkan karya inovatif, sarat nilai tradisi khususnya Jaipongan, ikon Jawa Barat. Berformat sanggar seni berbekal pengalaman kreatif dan manajemen yang tetap eksis di tengah dinamika perkembangan industri seni. Setelah mendapat saran kreatif dari para seniman, akademisi, tokoh seni, kreator, pemerhati seni, broadcast dan masyarakat pencinta seni maka pada September 2013, diresmikanlah Sandrina Studio yang dinaungi ‘klinik’ Jaipong Gondo Art Production, Bandung.

‘Klinik’ ini berisi ‘dokter’ ahli gerak’ ( koreografer ) dan ‘perawat’ ( asisten pelatih.), yaitu para talenta kreatif dan interaktif dalam olah tari khususnya Jaipongan dengan segala kekhasannya, dimana mereka mendedikasikan keahliannya dalam menggali potensi dan bakat para calon penari.

Sandrina Studio bertujuan market oriented juga bermoto Crossing the Border, di samping mengedepankan nilai kearifan lokal dalam proses kreatifnya, menjunjung tinggi loyalitas, profesional, rasa kekeluargaan, etika dan disiplin. Tari Jaipong takkan lekang oleh zaman selama dibangun dengan konstruksi manajemen profesional, ujar mereka mantap.

Sandrina Studio beralamat di Jl.Perintis Kemerdekaan no.15 Kota Bogor. Telp: 0856 9518 4202. E-mail : SandrinaStudio@gmail.com. Instagram : @sandrinamazayaa1

Written by Savitri

24 Desember 2018 at 14:51